Sang merapi

Mendengar kata “hiking” sebenarnya seperti melemparkan saya ke masa kecil. Dahulu kata itu terasa keren sekali, karena itu artinya kami akan melalukan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri hutan, biasanya untuk berkunjung ke tempat saudara terutama saat Lebaran tiba.

Melewati hutan yang menjadi lahan pertanian dengan aneka tanaman, dari kayu keras, buah-buahan dan bahkan sayur mayur terasa menyenangkan karena terkadang kami bisa beristirahat di gubug yang ada di hutan serta menikmati kesejukan air putih yang ditawarkan pemilik ladang atau memetik buah yang saat itu sedang musim berbuah. Adakalanya kami menikmati mangga, jambu, asam ataupun sekedar ciremai atau belimbing sayur, hal itu sudah sangat menyenangkan.

Setelah tiba di rumah saudara biasanya kami bermain Gledhegan yang terbuat dari pohon kelapa, dan juga bambu, di jalanan yang menurun serta menuntunnya kembali di jalanan yang menanjak untuk kemudian dinaiki kembali turun.

Atau bahkan hal sederhana lain saat ke rumah Uwak yang masih satu desa dengan saya, menyusuri jalan setapak menuju sumber air yang biasa di sebut Belik. Belik ini terletak di tengah hutan bambu tak terlalu jauh dari rumah Uwak, dan merupakan sumber air bersih. Di Belik ini kami pernah mandi bersama saudara lainnya, mencuci bahkan mengangkut airnya ke rumah untuk memasak.

Atau hiking ala saya saat SMP atau SMA ada jam pelajaran kosong dan bisa pulang sekolah lebih cepat lalu berkunjung ke rumah teman yang areanya dekat hutan pinus bahkan air terjun ataupun goa. Setelah bersepeda sampai rumah salah satu teman, kemudian kami berjalan kaki menyeberangi sungai dan menyusuri hutan untuk ke air terjun.

Pernah suatu kali kami hanya duduk dan tiduran santai di hamparan daun pinus yang mengering ditengah hutan tersebut sambil berkelakar bersama teman-teman. Sungguh kenangan yang masih membekas jelas dalam ingatan saya.

Saat akhirnya ikut open trip ke Gunung Prau untuk pertama kalinya pada tahun 2014, seperti menyingkap kenangan masa kecil yang menyenangkan tersebut. Dan akhirnya hiking ke gunung menjadi berulang. Setelah Prau, Andong, Sindoro, Gede, Papandayan, Slamet, Guntur, Merbabu, Lawu, Semeru, maka dalam hati menyimpan keinginan ke Merapi. Maklum gunung Merapi adalah gunung yang rasanya familier secara nama, karena masih cukup aktif, setiap kali Merapi berdahak dan menimbulkan getaran maka biasanya akan terasa di kampung saya, Pageron – Purworejo. Pun demikian jika sampai mengeluarkan abu, maka hujan abu menjadi hal yang sering kami alami juga.

Agak lama sebenarnya memendam keinginan ke Merapi, tetapi melihat keaktifannya ada rasa khawatir dan tak pernah berani menanyakan ke teman yang biasanya mengajak ke gunung. Namun saat kesempatan itu datang seperti tak ingin menyiakan, bahkan rela membatalkan rencana untuk melihat KLa Project manggung di Jogja yang sudah direncanakan. Meskipun agak khawatir dengan cuaca di bulan Desember, namun akhirnya pergi juga.

Bermula dari open trip yang diagendakan oleh Riang Riung sebagai ajang reuni sepertinya, namun akhirnya menjadi trip ala-ala yang kami lakukan ber-5, dengan Aank, Tyonk, Mey, mbak Tri dan saya dengan membawa mobil dari Jakarta.

Jumat, 8 Dec 2017

Sekitar jam 20.00 bareng mbak Tri, saya berangkat dari Serpong menuju Slipi, tempat kami bertemu dengan yang lain nantinya. Satu jam kemudian kami sudah tiba, menunggu 3 teman lainnya kami menikmati makan malam yang kami beli di sekitaran JDC. Tak berapa lama semua sudah berkumpul dan jam 22.00 kami bergerak memasuki jalan tol menuju ke arah Cikampek. Jalanan yang cenderung padat kami lalui dengan obrolan ringan atau tidur bergantian, meski hanya untuk sesaat dan pastinya terbangun lagi untuk kembali ngobrol tanpa arah.

Sabtu, 09 Dec 2017

Kami tiba di Pasar Selo sudah cukup siang. Berbelanja logistik untuk sesaat serta mengisi perut sebelum melanjutkan menuju basecamp Barameru. Setelah melakukan repacking dan mengurus simaksi maka sekitar jam 14.00 kami mulai pendakian. Jalan besar yang beraspal, tentu saja menanjak, harus kami lewati hingga ke gerbang New Selo yang cukup ramai untuk sekitar 15 menit. Di tempat ini banyak yang menikmati pemandangan dari jembatan pandang yang ada dan tentu saja dijadikan tempat berphoto aneka gaya.

IMG_0967

Lanjut menyusuri jalan beton yang lebih kecil, namun masih bisa dilalui oleh motor, dengan kanan kiri adalah ladang warga maupun pohon pinus. Sesekali kami bertemu dengan pengendara motor yang membawa rumput di belakangnya, untuk pakan ternak yang dipelihara sepertinya. Sekitar 500 meter menyusuri jalan ini berlanjut dengan jalan tanah setapak yang cukup padat karena musim hujan dan kemungkinan akan menjadi berdebu saat kemarau tiba.

Sekitar jam 15.30 kami tiba di pos bayangan, di sini pula terdapat gapura Taman Nasional Gunung Merapi. Sejenak rehat sebelum melanjutkan langkah. Kembali menyusuri jalan setapak yang terus menanjak tanpa jalur mendatar tentu cukup menguras tenaga. Sesaat tampak Merbabu yang cantik seolah menyapa, namun kabut cemburu hingga mendominasi dan menutupinya kembali.

IMG_0968

Nafas yang ngos-ngosan tak bisa saya hindari, tapi terus berjalan hingga akhirnya tiba di Pos 1, Watu Belah. Kembali rehat sambil menunggu mbak Tri, Mey dan Tyonk yang masih di belakang. Saat itu sekitar jam 17.00.

Mengatur nafas dan kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini jalur berbatu dan tetap saja menanjak. Kabut tebal yang terus menggantung mengiringi perjalanan kali ini. Trek yang semakin terasa berat, kabut yang semakin tebal, angin yang bertiup kencang dan hari yang semakin sore tentu makin memperlambat langkah saya. Aank sudah agak di depan karena mengejar waktu agar tidak keburu hujan dan malam untuk mendirikan tenda terlebih dahulu, sementara Tyonk, Mey dan mbak Tri masih ada di belakang. Saya kembali berjalan perlahan berharap Aank berhenti dan menunggu di jalur seperti biasanya, atau Tyonk dan yang lain segera menyusul langkahku. Semakin gelap, jalan berbatu dan terus menanjak menuju Pos 2.

Beberapa kali berpapasan dengan pendaki lain yang turun meski tak sering, karena cenderung sepi tampaknya pengunjung saat itu. Mungkin karena cuaca memang kurang bersahabat untuk pendakian beberapa waktu belakangan. Bahkan perjalanan kali ini pun agak berubah dari rencana open trip menjadi trip ala-ala, karena sempat ada badai juga di Merapi. Terus mencicil langkah perlahan dengan doa yang juga terus terucap dalam hati, tak juga dapat kususul langkah Aank, sementara Tyonk dan yang lainpun tak beranjak menyusul.

Bertemu 2 orang pendaki yang turun, kutanyakan tentang Aank dan seberapa jauh untuk sampai Pos 2. Beruntung mereka menjawab kalau Aank sudah hampir tiba di Pos 2 yang sekitar 15 menit pendakian lagi saya juga akan sampai. Lega rasanya meski tetap khawatir dengan gelap yang mulai merangsak namun tetap kulanjutkan langkah. Tak lama terdengar Adzan maghrib berkumandang, kuhentikan langkah sejenak hingga adzan usai. Gerimis kecil mulai turun namun rasanya tanggung untuk mengeluarkan headlamp maupun jas hujan karena sebentar lagi tiba, saya berusaha mempercepat langkah saja. Benar saja tak lama kemudian terlihat cahaya dan tenda warna warni yang tak begitu nyata dalam gelap. Dan sekitar jam 18.10 saya tiba di Pos 2, saat Aank tampak belum selesai mendirikan tenda bahkan masih sambil mencari lahan yang tepat untuk menacapkan besi pasak nantinya.

Alhamdulillah, bersyukur tiba dengan sehat dan selamat. Lebih bersyukur lagi ada pendaki yang menawarkan tenda untuk menghangatkan diri dari terpaan angin dingin dan teh manis hangat untuk menghangatkan perut. Mereka dari KARPALA alias Karyawan Penikmat Alam hehehe terima kasih atas kebaikannya 🙏. Bahkan 2 orang dari mereka langsung sigap menawarkan diri untuk menyusul Tyonk, mbak Tri dan Mey khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Dengan senang hati kami terima tentu saja. Sementara Aank segera membongkar logistik dan bersiap dengan aksi memasaknya. Sekitar jam 18.45 Tyonk dan yang lain tiba di tenda, segera bersiap mendirikan 1 tenda lagi dan memasak untuk makan malam kami. Telur dadar, tempe goreng sayur sop dan nasi hangat memenuhi perut kami.

Jam 21.00 kami sudah siap untuk bersembunyi dibawah sleeping bag masing-masing, setelah menunaikan kewajiban sholat. Nyanyian terdengar dari tenda tetangga kami, namun tak mengusik kami. Hingga sekitar jam 00.00 hujan deras mengguyur bahkan membasahi sebagian tenda serta klymit saya dan mbak Tri. Deras sekali hujan malam itu bahkan suara angin pun cukup kencang hingga shubuh menjelang.

Minggu, 10 Dec 2017

Sekitar jam 06.00 pagi selepas membereskan barang-barang akhirnya menyapa pagi yang tampak masih basah oleh hujan semalam. Gunung Lawu dengan cahaya mentari pagi yang tampak malu-malu persis terlihat saat kubuka pintu tenda. Begitu menengok ke kiri maka tampak Merbabu menyapa dan di kanan Sang Merapi tampak gagah menjulang, sementara di belakang tenda kami terlihat begitu mesra Sumbing dan Sindoro berdampingan dengan lautan awan pagi yang juga menawan.

Sungguh pagi yang tak pernah ada penyesalan yang kulewati rasanya saat itu. Begitu indah, lupa akan perjalanan kemarin yang penuh perjuangan untuk tiba di tenda tempat kami bernaung semalam. Berkeliling sekitar tenda mengabadikan pagi yang masih cerah sebelum kabut tiba2 mengambil alih tanpa aba-aba. Berphoto dan menghirup segar oksigen sepuasnya. Sementara Aank, Tyonk dan Mey nampak berkutat di sekitar kompor. Memanggang pisang diatas nesting dan mendadar sisa telur yang ada, memasak nasi goreng dan menggoreng tempe yang disisakan semalam. Menikmati sarapan dengan pemandangan menawan, udara sejuk yang menemani kami sungguh terasa makanan yang ada menjadi lebih lezat rasanya.

IMG_0969

Sekitar jam 07.30 kami berjalan lagi menuju ke Pasar Bubrah, tempat camping pada rencana awal kami, untuk menatap Merapi lebih dekat. Tak butuh waktu lama meski jalanan berbatu dan menanjak, selain kami tak membawa barang juga jarak yang memang tak begitu jauh.

Menikmati Merbabu yang sesekali tampak selepas kabut beranjak sejenak meski tak lama kembali menyelimutinya. Pun demikian dengan Merapi. Ditawarkan apakah akan summit atau tidak, melihat kabut yang tebal dan jalur pasir yang nyata di depan mata tak ada niat mengiyakan tawaran Aank tersebut. Dan anjuran yang jelas tertera bahwa batas aman pendakian hanyalah sampai Pasar Bubrah saja. Kami duduk mengabadikan moment, menatap Sang Merapi yang lebih sering berselimut kabut, menikmati keagungan ciptaan Illahi dan mengucap syukur dalam hati karena diberikan kesempatan menginjakkan kaki di sini. Gunung yang saat masa kecil hanyalah menjadi pemandangan dan terasa familier karena setiap ada pergerakan yang berarti akan dirasakan juga misalnya gempa maupun hujan abu di desa saya. Maka tak ada ungkapan selain syukur Alhamdulillah bisa menikmatinya dari jarak begitu dekat. Jam 08.30 kami beranjak turun sambil sesekali mengabadikan moment tentu saja.

IMG_0970
IMG_0971

Tiba di tenda langsung berkemas barang-barang, menghabiskan makanan yang masih ada, membongkar tenda dan sekitar jam 10.00 kami memulai perjalanan turun kembali. Dengan beban yang lebih ringan saya melangkah menyusuri jalan yang telah dilalui kemarin. Terkadang berlari kecil di jalur menurun memberikan kesenangan tersendiri, yang penting tetap berhati-hati agar tidak terjatuh dan bisa berakibat fatal. Jam 10.45 saya telah tiba di Pos 1, sejenak rehat dan segera meneruskan langkah.

Terus berjalan dan berlarian dengan Aank dan Tyonk, sementara mbak Tri dan Mey masih berada di belakang. Kumandang Adzan Dhuhur terdengar saat kami masih di jalur menuju gerbang New Selo, sesaat berhenti hingga adzan usai dan segera melanjutkan langkah. Jam 12.00 kami sudah tiba di gerbang New Selo. Dan 15 menit kemudian kami sudah kembali berada di warung tempat kami memarkir mobil.

Menurunkan beban di punggung, membersihkan diri sekedarnya dan menikmati makan siang dengan menu nasi, sayur dan telur dadar untuk memulihkan tenaga yang terkuras. Sekitar jam 12.40 mbak Tri tiba dan tak lama kemudian Mey menyusul. Selepas menuntaskan makanan masing-masing kami segera berkemas memasukkan barang dan beranjak kembali ke Jakarta sekitar jam 14.00.

Seperti biasa obrolan ringan penuh tawa canda menemani perjalanan kami. Diselingi istirahat dan bergantian menyetir kami tiba kembali di Jakarta sekitar jam 00.30.

Perjalanan yang menyenangkan seperti perjalanan yang lainnya tentu saja, dengan beda cerita, beda pengalaman dan pastinya beda kesan satu sama lainnya. Bagi saya ini juga seperti mimpi yang menjadi nyata, karena keinginan untuk ke Merapi sebenarnya sudah cukup lama ada namun khawatir tak mampu maka saat akhirnya bisa tiba di Pasar Bubrah ( batas aman pendakian ) dan mentap Merapi dari dekat meski lebih sering terhalang kabut menjadi kebahagian tersendiri bagi saya dan syukur yang tak terkira saat kami tiba kembali dengan selamat di rumah.

Semoga masih akan banyak lagi cerita dan pengalaman perjalanan yang berkesan dapat saya lakukan di tempat yang lain lagi.

See U Next Trip Temans…

Share this:

Hiking & TrekkingOpentripUncategorized2 Comments

Post navigation

← Sehari di Kota Hujan-Bogor, 13 Januari 2018Gunung Gede Jalur Cibodas Lintas Putri, 27-29 April 2018 →

2 thoughts on “Menatap Sang Merapi, 8 – 10 Dec 2017”

  1. February 20, 2018 at 7:44 amwahyuPertama mendaki ke merbabu dalam cuaca hujan deras.. jadi pengen ke merapi juga 😀LikeReply

Leave a Reply

Logged in as #ML86_ bedjLog out?

Comment

 Notify me of new comments via email.Search for:

Recent Posts

Recent Comments

paket outbound on Menggapai Atap Jawa Tengah, Gu…
kasiani28 on Keceriaan di Curug Putri-Carit…
Ridhwan on Keceriaan di Curug Putri-Carit…
oda parwati on Mbolang ke Kota Hujan, Bogor,…
oda parwati on Segarnya Curug Cibereum Hingga…

Archives

Leave a comment